Adsense Indonesiaadsads

Selasa, 28 September 2010

Pengertian Tafsir dan Ta'wil

a. Pengertian Tafsir
Kata tafsir di dalam dari kata fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti keterangan atau uraian. Al-Jurjani berpendapat bahwa kata tafsir menurut pengertian bahasa adalah Al-Kasyf wa al-izhhar yang artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan. Pada dasarnya pengertian tafsir berdasarkan bahasa tidak akan lepas dari kandungan makna Al-Idhah (menjelaskan), Al-Bayan (menerangkan), Al-Kasyf (mengungkapkan), Al-Izhar (menampakkan), dan Al-Ibanah (menjelaskan).1

Tafsir menurut bahasa berasal dari pengertian memperlihatkan dan menyingkap. Dngan demikian, tafsir adalah upaya menyingkap maksud yang tersembunyi lewat kata, serta mengurai sesuatu yang tertahan untuk dipahami melalui kata. Al-Qur’an memakai kata At-Tafsir denga pngertian menjelaskan yaitu dalam surat Al-Furqan : “Tidaklah orang-orang kafir itu dating kepadamu mebawa sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. Ayat tersebut berkaitan dengan bantahan terhadap orang-orang musyrik Mekah yang sering menyakiti Rosulullah dengan sikap-sikap mereka yang meragukan kenabiannya dan misinya. Mereka menyebut Al-Qur’an sebagai “Kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad dan Dia dibantu oleh kaum lain”. Mereka mengatakan Al-Qur’an itu dongeng “dongeng orang dahulu, dimintakan untuk ditulis, dan dongengan itupun dibacakan kepadanya setiap pagi dan petang”. Komentar Al-Qur’an terhadap semua itu : Perhatikanlah bagaimana mereka membuat perbandingan-perbandingan tentang kamu, lalu sesatlah mereka, mereka tidak sanggup mendapatkan jalan (untuk menentang keRosulanmu).2
Di sini maksudnya adalah bahwa setiap kali mereka mengajukan arguementasi kepadamu, kami pasti membantah dengan argumentasi yang lebih baik penjelasannya daripada argumentasi meraka. Hal itu karena bantahan Al-Qur’an terhadap tuduhan-tuduhan orang musyrik sebagai argumentasi antitesis, yang lebih kuat jika dilihat dari kejelasan maknanya.

Adapun tentang pengertian tafsir menurut istilah, para ulama banyak memberikan komentar, antara lain sebagai berikut :3
 Menurut Al-Kilabi dalam kitab At-Tashil
Tafsir adalah uraian yang menjelaskan Al-Qur’an, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki dengan nash, isyarat atau tujuannya.
 Menurut Syekh Al-Jazairi dalam kitabShahih At-Taujih
Tafsir pada hakekatnya menjelaskan lafadz yang sukar dipahami oleh pendengar dengan mengemukakan sinonimnya atau makna yang mendekatinya atau dengan jalan mengemukakan salah satu dilalah lafadz tersebut.
 Menurut Abu Hayyan
Tafsir adalah ilmu mengenai cara mengucapkan lafadz-lafadz Al-Qur’an serta cara mengungkapkan petunjuk, kandungan-kandungan hokum, makna-makna yang terkandung di dalmnya.
Berdasarkan beberapa rumusan tafsir yang dikemukakan para ulama tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa tafsir adalah suatu hasil usaha tanggapan, penalaran dan ijtihad manusia untuk menyingkapkan nilai-nilai samawi yang terdapt di dalam Al-Qur’an.
Tafsir diambil dari riwayat dan dirayat, yakni ; Ilmu Lughat, Nahwu, Tashrif, Ilmu Balaghah, Ushul Fiqih dan Ilmu Asbabin nuzul, serta nasikh mansukh.
Sedangkan tujuan dari mempelajari tafsir, ialah : “Menghambakan makna-makna Al-Qur’an, hukum-hukumnya, hikmat-hikmatnya, akhlaq-akhlaqnya dan petunjuknya yang lain untuk memperoleh kebahagian dunia dan akhirat”.4

b. Pengertian Ta’wil
Arti ta’wil menurut lughat berarti menerangkan, menjelaskan. Kata Ta’wil di ambil dari kata awwala-yu’awwilu-ta’wilan. Al Qaththan dan Al-Jurjani berpendapat bahwa arti Ta’wil menurut lughat adalah aru-ruju’ ilaal-ashl (kembalikan pada pokoknya).
Adapun mengenai arti ta’wil menurut istilah, banyak para ulama memberikan pendapatnya, antara lain adalah :
 Menurut Al Jurjani
Memalingkan suatu lafadz dari makna, dzahirnya terhadap makna yang dikandungnya apabila makna alternative yang dipandangnya sesuai dengan Al Kitab dan As Sunnah.

 Menurut Definisi lain
Ta’wil adalah mengembalikan sesuatu kepada ghayahnya (tujuannya), yakni menerapkan apa yang dimaksud.
 Menurut Ulama Khalaf
Mengalihna suatu lafadz dari maknanya yang rajah kepada makna yang marjuh karena ada indikasi untuk itu.5
Ringkasnya, pengertian Ta’wil menurut istilah adalah suatu usaha untuk memahami lafadz-lafadz Al-Qur’an melalui pendekatan pemahaman arti yang dikandung oleh lafadz itu. Denga kata lain, Ta’wil berarti mengaertikan lafadz dengan beberapa alternative kandungan makna yang bukan merupakan makna lahirnya. Dalam penggunaan secara mashyur, ta’wil kadang-kadang diidentikkan dengan tafsir.

B. Perbedaan Antara Tafsir dan Ta’wil6
a) Apabila kita berpendapat, ta’wil adalah menafsirkan perkataan dan menjelaskan maknanya, makna “ta’wil” dan “tafsir” adalah dua kata yang berdekatan atau sama maknanya. Termasuk pengertian ini adalah doa Rosulullah untuk Ibnu Abbas, “ Ya Allah, berikanlah kepada-Nya kemampuan untuk memahami agama dan ajarkanlah kepadanya ta’wil”.
b) Apabila kita berpendapat, ta’wil adalah esensi yang dimaksud dari suatu perkataan, makna ta’wil dari tuntutan adalahesensi perbuatan yang dituntut itu sendiri, dan ta’wil dari khabar adalah esensi sesuatu yang diberikan. Atas dasar ini maka perbedaan antara tafsir dengan ta’wil cukup besar sebab, tafsir merupakan suarah dengan penjelasan bagi suatu perkataan dan penjelasan ini berada dalam pikiran dengan cara memahaminya dan dalam lisan dengan ungkapan yang menunjukkannya. Sedang ta’wil adalah esensi sesuatu yang berada dalam realita, bukan dalam pikiran.
c) Dikatakan, tafsir ialah apa yang telah jelas dalam Kitabullah atau tertentu dalam Sunnah yang shahih karena maknanya telah jelas gambling, sedang ta’wil adalah apa yang disimpulkan para ulama, karena itu sebagian ulama mengatakan,”tafsir adalah apa yang berhubungan dengan riwayat sedang ta’wil adalah apa yang berhubungan dengan dirayah.
d) Dikatakan pula, tafsir lebih banyak dipergunakan dalam menerangkan lafadz dan mufradat (kosa kata), sedang ta’wil lebih banyak dipakai dalam (menjelaskan) makna dan susunan kalimat.

C. Macam-Macam Tafsir dan Coraknya
a. Tafsir bi Al-Ma’tsur7
Tafsir bi Al-Ma’tsur adalah penafsiran Al-Qur’an yang berdasarkan pada penjelasan Al-Qur’an, Rosul, para Sahabat melalui ijtihadnya dan Aqwal Tabi’in. Jadi, bila merujuk pada definisi di atas, ada 4 otoritas yang menjadi sumber penafsiran bi Al-Ma’tsur.
Pertama, Al-Qur’an sendiri yang dipandang sebagai penafsir terbaik terhadap Al-Qur’an.
Kedua, otoritas hadits Nabi yang memang berfungsi sebagai penjelas Al-Qur’an.
Ketiga, otoritas penjelasan sahabat yang dipandang sebagai orang yang banyak mengetahui Al-Qur’an.
Keempat, otoritas penjelasan tabi’in yang dianggap sebagai orang yang bertemi langsung dengan sahabat.
Diantara kitab yang dipandang menempuh corak bi Al-Ma’tsur adalah :
 Jami’ Al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, karya Ibnu jarir Ath-Thabari
 Anwar At-Tanzil, karya Al-Baidhawi
 Ad-Durr Al Mantsur fi At-Tafsir, karya Jalal Ad-Din As-Suyuthi
 Tanwir Al-Miqbas fi Tafsir Ibnu Abbas, karya Fairus Zabadi
 Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim, karya Ibnu Katsir.
a. Tafsir bi Al-Ra’y8
Tafsir bi Al-Ra’y adalah penafsiran yang dilakukan dengan cara ijtihad, yakni rasio yang dijadikan titik tolak penafsiran, setalah mufasir tersebut terlebih dahulu memahami bahasa arab dan aspek-aspek dilalah (pembuktian)nya, mufasir juga menggunakan syair-syair Arab Jahili sebagai pendukung, disamping memperhatikan Asbab Al-Nuzul, nasikh dan mansukh, Qiraat dan lain-lain.
Karena penafsiran dengan corak ini didasarkan atas hasil pemikiran mufasir sendiri, maka sering terjadi perbeaan diantara seorang mufasir dengan mufasir yang lainnya di banding tafsir bi al-ma’tsur. Tidak herang kalau ada sebagian ulama yang menolak corak penafsiran al-ra’y ini. Sebagian ulama menerimanya dengan syarat-syarat tertentu dan kaidah-kaidah yang ketat, syarat-syarat yang dimaksud adalah :
• Menguasai bahasa arab dan cabang-cabangnya
• Menguasai Ilmu-ilmu Al-Qur’an
• Berakhidah yang benar
• Mengetahui prinsip-prinsip pokok agama islam dan menguasai ilmu yang berhubungan dengan pokok bahasan ayat-ayat yang ditafsirkan.
Di samping itu, penerimaan merekajuga didasarkan atas ayat-ayat Al-Qur’an sendiri, yang menurut mereka, sering menganjurkan manusia untuk memikirkan dan memahami kandungannya. Ayat-ayat yang mendukung kebolehannya, diantaranya ayat ke-24 dari Surat Muahammad dan ayat ke-29 dari Surat Shad.
Diantara kitab-kitab yang bercorak al-ra’y adalah Madarik al-Tanzil wa haqaiq al-ta’wil, karya Mahmud al-Nasafiy, Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil, karya Al-Baidhawiy, Mafatih Al-Ghaib, karya Al-Fakhr al-Raziy
D. Terjemah
Arti terjemah menurut bahasa adalah Salinan dari suatu bahasa ke bahasa lain.9 atau mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari bahasa ke bahasa lain. Adapun yang dimaksud terjemah Al-Qur’an adalah seperti dikemukakan oleh Ash-Shabuni :
”Memindahkan Al-Qur’an ke bahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemah ini ke dalam beberapa naskah untuk di baca orang yang tidak mengerti bahasa arab sehingga ia dapat memahami Kitab Allah SWT dengan perantara terjemah ini”.
Pada dasarnya ada tiga corak penerjemahan, yaitu :
a. Terjemah maknawiyyah tafsiriyyah, yaitu menerangkan makna atau kalimat dan mensyarahkannya, namun tidak terikat oleh leterleknya, melainkan oleh makna dan tujuan kalimat aslinya.
b. Terjemah harfiyah bi al-mitsli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata bahasa asli ke dalam bahasa lain dengan kata sinonimnya ke dalam bahasa baru dan terikat oleh bahasa aslinya.
c. Terjemah harfiyyah bi dzuni al-mitsli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata bahasa asli ke dalam bahasa lain dengan memperhatikan urutan makna dan sega sastranya, menurut kemampuan bahasa baru serta kemampuan penerjemahnya.
Dalam menerjemahkan Al-Qur’an, hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Penerjemah hendaknya mengetahui bahasa asli dan bahasa terjemah
b. Penerjemah mampu mendalami dan menguasai keistimewaan-keistimewaan bahasa yang diterjemahkan.
c. Sighat (bentuk) terjemahannya benar dan apabila dituangkan kembali ke dalam bahasa aslinya tidak terdapat kesalahan.
d. Terjemahan itu harus mewakili arti dan maksud bahasa asli dengan lengkap dan sempurna.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di dalm makalah ini, maka dapat kita ambil beberapa kesimpulan, diantaranya adalah :
1. Tafsir adalah upaya menyingkapkan maksud yang tersembunyi lewat kata, serta mengurai sesuatu yang bertahan untuk dipahami melalui kata.
2. Ta’wil adalah suatu usaha untuk memahami lafadz-lafadz Al-Qur’an melalui pendekatan pemahaman arti yang didukung oleh lafadz itu.
3. Perbedaan antara tafsir dan ta’wil
a) Ta’wil adalah penafsiran perkataan dan menjelaskan maknanya, makna “ta’wil” dan “tafsir” adalah dua kata yang berdekatan atau sama maknanya.
b) Tafsir merupakan suarah dengan penjelasan bagi suatu perkataan dan penjelasan ini berada dalam pikiran dengan cara memahaminya dan dalam lisan dengan ungkapan yang menunjukkannya, sedangkan ta’wil ialah esensi sesuatu yang berada dalam realita, bukan dalam pikiran,
c) Tafsir ialah apa yang telah jelas di dalam Kitabullah sedang ta’wil adalah apa yang disimpulkan ulama.
d) Tafsir lebih banyak dipergunakan dalam menerangkan lafadz sedang ta’wil lebih banyak dipakai dalam (menjelaskan) makna dan susunan kalimat.
4. Macam-macam tafsir dan coraknya
a) Tafsir bi al ma’tsur
b) Tafsir bi al-ra’y
5. Terjemah adalah memindahkan Al-Qur’an ke bahasa lain yang bukan bahasa Arab dan mencetak terjemah ini ke dalam beberapa naskah untuk dibaca orang yang tidak mengerti bahasa Arab sehingga ia dapat memahami kitab Allah SWT dengan perantara terjemah ini.

B. Saran dan Kritik
Kami sangat mengharapkan agar para pembaca mau memberikan saran dan kritikan pada kami apabila ada dari makalah kami yang kurang, sependapat dengan anda.

Download makalahnya disini gratis..tis..tis..

Jangan lupa klik iklannya untuk ucapan terima kasih!!! semoga bermanfaat!!!

Sejarah Pembukuan Hadits

A. PENULISAN HADITS PADA MASA NABI
Hadits dan sunnah walaupun dia satu sumber yang penting pola dari sumber tasyari’, tidak ditulis secara resmi sebagaimana Al-Qur’an pada masa Rosulullah SAW. Adapun hadits dalam penulisannya ketika itu kurang memperoleh perhatian seperti halnya Al-Qur’an. Penulisan hadits dilakukan oleh beberapa sahabat secara tidak resmi, karena tidak diperintahkan oleh Rosul sebagaimana Beliau memerintah mereka untuk menulis Al-Qur’an, selain sebab diatas ada beberapa alasan yang penulisan hadits secara resmi pada masa itu yaitu :

• Mentaqwinkan ucapan-ucapan, amalan-amalan dan muamalah-muamalahnya adalah sangat sukar, karena memerlukan sekelompok orang yang selalu menyertai Nabi.
• Orang-orang yang dapat menulis pada masa itu masih dapat dihitung dan sudah dikerahkan tenaganya untuk menulis Al-Qur’an.
• Karena dikawatirkan akan bercampur dengan Al-Qur’an secara tidak sengaja. Karena itu Nabi SAW melarang mereka menulis hadits , beliau khawatir sabda-sabdanya bercampur dengan firman Allah.
Di balik larangan Rosul menuliskan hadits ternyata ditemukannya sejumlah sahabat yang memiliki catatan-catatan dan melakukan penulisan terhadap hadits Rosul diantaranya :
1. Abdullah bin Umar al-ash, ia memiliki catatan yang menurut pengakuannya dibenarkan oleh Rosul, sehingga diberi nama Al-Sahifah al Shadiqah.
2. Jabir bin Abdillah ibn Amr al-Anshari, ia memiliki catatan hadits dari Rosul tentang manasik haji. Hadits-haditsnya kemudian diriwayatkan oleh Muslim, catatannya terkenal dengan Sahifah Jabir.
3. Abu Huairah Al-Dausi, ia memiliki catatan hadits yang dikenal dengan Al-Sahifah al sahifah
4. Abu Syah seorang penduduk Yaman. Ia meminta kepada Rosul dicatatkan hadits yang disampaikannya ketika pidato dapa peristiwa futuh makkah sehubungan dengan terjadinya pembunuhan yang dilakukan oleh sahabat dari Bani Khuza’ah terhadap salah seorang lelaki Bani Lais.
Sebagian sahabat menyatakan keberatannya terhadap pekerjaan yang dilakukan Abdullah bin Amr bin ash tersebut dengan alasan bahwa Rosulullah telah bersabda :
لا تكتبوا عنى غير القران ومن كتب عنى غير القران فليمحه (رواه مسلم)
“Janganlah kamu tulis apa-apa yang kamu dengar dari aku selain Al-Qur’an. Dan barang siapa yang telah menulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an hendaklah dihapuskan”
Mendengar ucapan mereka kemudian Abdullah bertanya kepada Rosul kemudian Rosul bersabda :
اكتب عنى فو الذى نفسي بيده ماخرج من فمى الاحق.
“Tulislah apa yang kamu dengar dariku, demi Tuhan yang jiwaku di tangannya, tidak keluar dari mulutku, selain kebenaran”
Dari kedua hadits diatas dapat diambil kesimpulan bahwa larangan menulis hadits dimansukh dengan hadits yang member izin yang datang kemudian, Mereka memahami hadits Rosulullah di atas bahwa larangan Nabi menulis hadits adalah ditujukan kepada mereka yang dikhawatirkan akan mencampuradukkan hadits dengan Al-Qur’an, sedangkan izin hanya diberikan kepada mereka yang tidak dikhawatirkan mencampuradukan Hadits dengan Al-Qur’an. Oleh karena itu setelah Al-Qur’an ditulis dengan sempurna maka tidak ada larangan untuk menulis hadits.

B. SPESIFIKASI HADITS
Bahwa pembukuan hadits itu terjadi sekitar abad ke-2 hijriyah yang dilakukan para pemuka hadits dalam rangka menghimpun dan membukukannya semata-mata didorong oleh kemauan yang berat agar hadits Nabi tidak hilang bersamaan para penghafalnya. Mereka menghimpun semua hadits beserta riwayat dan sanadnya masing-masing tanpa mengadakan penelitian terlebih dahulu terhadap pembawanya(perawi). Barulah di sekitar pertengahan abad ke-3 Hijriyah sebagian Muhaddsin merintis ilmu ini dalam garis-garis besarnya saja dan masih berserakan dalam beberapa mushafnya. Diantaranya mereka adalah Ali bin Al-Madani, Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam At-Turmidzi dan lain-lain.
Dalam pembukuan hadits ini tidak mempersoalkan tentang materi dari suatu hadits yang dating dari Rosul, namun karena hadits itu belum ditulis dan dibukukan sejak masa hayat Nabi Muhammad sebagaimana Al-Qur’an, maka kebenaran dan keasliannya sangat mungkin dipengaruhi oleh keadaan dan sifat seseorang yang membawanya dan meriwayatkannya. Secara singkat bahwa pokok-pokok pembahasan ilmu Mustalahul Hadits berkisar pada :
1. Macam-macam hadits dan pembagiannya
2. Nama-nama perawi dan segala sesuatunya yang berhubungan dengan nama-nama itu.
3. Cara-cara menerima dan meriwayatkan hadits

C. PEMERINTAHAN KHALIFAH UMAR BIN ABDUL AZIS
Kepala negara yang secara resmi memerintahkan untuk penghimpunan hadits Nabi adalah Khalifah Umar bin Abdul Azis. Motif utama yang menggerakkan hati Khalifah Umar bin Abdul Azis berinisiatif menghimpun Hadits dalam bentuk tulisan adalah :
1. Kemauan yang kuat untuk tidak membiarkan Hadits Nabi seperti pada masa yang terahulu.
2. Kemauan yang kuat untuk membersihkan dan memelihara Hadits dari hadits-hadits maudu’ buatan orang-orang yang bertujuan untuk merobohkan umat islam.
3. Kalau pada masa Nabi dan Khulafaur Rasidin tidak diperbolehkan menulis Hadits dikarenakan akan bercampur dengan Al-Qur’an, maka alasan tersebut sudah tidak berlaku karena Al-Qur’an sudah terhimpun dalam mushaf.
Untuk memlihara Hadits dari percampuran dengan hadits-hadits maudu’ dan menghilangkan kekhawatiran akan hilang dan lenyapnya Hadits dari muka bumi maka beliau mengintruksikan kepada seluruh gubernur dan pejabat-pejabat dan para ulama yang memegang kekuasaan diwiyahnya masing-masing. Inturksi tersebut antara lain berbunyi :
انظر حدبث رسول الله عليه وسلم فاجمعوا (رواه ابونعيم)
“Telitilah hadits Rosulullah SAW kemudian kumpulkan” (HR. Abu Nu’aim)
Dan beliau juga memberikan intruksi kepada walikota madinah, Abu Bakar Muhammad bin Muhammad bin Hazm untuk menulis dan mengumpulkan Hadits yang ada padanya dan pada tabi’in wanita yang bernama Amrah binti Abdur Rahman, inruksinya :
اكتب الى بما ثبت عندك من حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم بحديث عمرة فانى خشيت دروس العلم وذهاب العلماء.
“Tulislah untukku, hadits Rosulullah yang ada padamu dan Hadits yang ada pada amrah (binti Abdur Rahman), sebab aku takut akan hilangnya ilmu dan lenyapnya ulama’.”(HR. Ad-Damiri)
Intruksi yang sama juga dikirimkan kepada Abu bakar Muhammad Ibnu Muslim Ubaidah bin Syihab Az-Zuhri. Setelah menerima intruksi tersebut maka keduanya segera melaksanakan pengumpulan dan penulisan sebagaimana yang dikehendaki Khalifah Umar bin Abdul Azis. Dari sebab inilah, maka Ibnu Syihab dikenal sebagai penulis hadits yang pertama atas perintah Khalifah Umar bin Abdul Azis dan begitulah anggapan para ahli tarkh dan ulama pada saat itu.
Sebelum dikeluarkannya surat perintah tersebut ternyata sudah banyak orang yang telah mencatat hadits, namun bukan atas perintah resmi dari kepala negara. Di samping itu berbagai hadits Nabi yang tersebar dalam masyarakat belum terhimpun secara tertulis akan tetapi masih dalam hafalan, yang merupakan salah satu tradisi yang dijunjung tinggi dalam memelihara dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Dengan proses dan waktu yang panjang akhirnya seluruh hadits Nabi berhasil dihimpun dalam kitab-kitab hadits. Yang terhimpun dalam berbagai kitab hadits itu tidak hanya matan haditsnya saya, tetapi juga rangkaian para periwayat yang menyampaikan pada penghimpunan materi hadits. Dengan demikian, hadits yang terhimpun materinya dan rangkaian para periwayatnya.

D. PENGUMPULAN HADITS PADA MASA SELEKSI
1. Masa Penyaringan Hadits
Masa seleksi atau penyaringan hadits terjadi ketika pemerintahan dipegang oleh Dinasti Bani Abbas, khususnya sejak masa Al-Makmun sampai dengan Al-Muktadir (sekitar tahun 201-300 H).
Munculnya periode seleksi ini karena pada periode sebelumnya, yakni periode tadwin, belum berhasil memisahkan beberapa hadits mauquf dan maqthu’ dari hadits marfu’. Begitu pula belum bias memisahkan beberapa hadits yang dhoif dan yang shohih. Bahkan masih ada hadits yang maudhu’ bercampur pada yang shohih.
Pada masa ini para ulama bersungguh-sungguh mengadakan penyaringan hadits yang diterimanya. Melalui kaidah-kaidah yang ditetapkannya, para ulama pada masa itu berhasil memisahkan hadits-hadits yang dha’if (lemah) dari yang shahih dan hadits-hadits yang mauquf (periwayatannya berhenti pada sahabat) dan yang maqthu’ (terputus) dari yang marfu’ (sanadnya sampai Nabi SW.), meskipun berdasarkan penelitian berikutnya masih ditemukan terselipnya hadits yang dha’if pada kitab-kitab shahih karya mereka.

Kitab Al-Shitah: Enam kitab Hadits Induk
Berkat keuletan dan keseriusan para ulama masa itu, maka bermunculanlah kitab-kitab hadits yang memuat hadits-hadits shahih, kitab tersebut yang kemudian dikenal dengan sebutan Kutub Al-Sittah (enam kitab induk).
Ulama yang berhasil menyusun kitab tersebut adalah Abu Abdillah Muhammad ibn Isma’il ibn Ibrahim Al-Mughirah ibn Bardizbah Al Bukhari yang lebih dikenal dengan Imam Bukhari dengan kitabnya “Al-Jami’Al-Shahih”. Kemudian Abu Husain Muslim ibn Al-Hijjaj Al-Kusairi Al-Naisaburi, yang lebih dikenal dengan sebutan Imam Muslim dengan kitabnya ”Al-Jami’ Al-Shahih”. Dan masih ada empat karya dari ulama lain dengan kitabnya yang lebih dikenal dengan sebutan “Sunan”, yang menurut ulama kualitasnya masih di bawah karya Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Secara lengkapnya kitab-kitab yang enam di atas, diurutkan sebagai berikut :
1) Al-Jami Al-Shahih karya Imam Bukhari;
2) Al-Jami Al-Shahih karya Imam Muslim;
3) Al-Sunan karya Abi Daud;
4) Al-Sunan karya Al-Tirmidzi;
5) Al-Sunan karya Al-Nasa’i dan;
6) Al-Sunan karya Ibnu Majah.
2. Periode Penyaringan Al-Hadits dari Fatwa-Fatwa (abad ke III)
a. Perintisnya
Di permulaan abad ketiga para ahli hadits berusaha menyisihkan hadits dari fatwa-fatwa shahabat dan tabi’in, mereka berusaha membukukan hadits Rosulullah semata-mata. Untuk tujuan yang mulia ini merekamulai menyusun kitab-kitab Musnad yang bersih dari fatwa-fatwa. Ulama-ulama tersebut seperti : Musa Al-‘Abbasy, Musaddad Al-Bashry, Asad bin Musa dan nu’aim bin Hammad Al-Khaza’iy menyusun kitab-kitab Musnad. Kendatinya kitab-kitab hadits permulaan abad ketiga ini sudah menyisihkan dari fatwa-fatwa, namun masih mempunyai kelemahan, yaitu tidak atau belum menyisihkan hadits-hadits dha’if dan maudhu’ yang diselundupkan oleh golongan-golongan yang bermaksud menodai agama islam.
Karena adanya kelemahan pada kitab-kitab hadits tersebut, maka bergeraklah ulama-ulama ahli hadits untuk menyelamatkannya. Mereka membuat qaidah-qaidah dan syarat-syarat untuk menemukan suatu hadits itu shahih atau dha’if.

b. Pendewanan-Pendewanan Hadits semata-mata dan Kitab-Kitabnya
Pendewanan-pendewanan Hadits Shahih semata-mata pada pertengahan abad ketiga dapat dikemukakan :
1) Muhammad bin Isma’il Al bukhari denga kitab haditsnya tyang terkenal Shahihu-Bukhari atau Al-Jami’ush-Shahih. Menurut penelitian Ibnu hajar kitab shahih itu berisi 8.122 hadits yang terdiri dari 6.397 hadits asli dan haditsnya terulang-ulang, 1.341 hadits mu’allaq (dibuang sanadnya sebagian atau seluruhnya) dan 384 hadits mutabi’ (mempunyai sanad yang lain)
2) Imam Muslim bin Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairy dengan kitabnya Shahihul Muslim atau Al-Jami’ush-Shahih. Kitab tersebut berisi hadits sebanyak 7.273 hadits, termauk hadits yang terulang-ulang, jika tanpa hadits yang terulang-ulang hanya berjumlah 4.000 hadits. Muncul pula pada abad ketiga ini kitab-kitab Sunan (yang mencakup seluruh hadits, kecuali hadits yang sangat dha’if dan munkar), seperti Sunan Abu Daud, Sunan At-Turmudzy, Sunan Nasa’I dan Sunan Ibnu Majah.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari uraian di atas maka dapat kita simpulkan, sebagai berikut :
1. Pada masa Nabi SAW. penulisan hadits tidak diperbolehkan dengan alasan :
• Mentaqwinkan ucapan-ucapan, amalan-amalan dan muamalah-muamalahnya adalah sangat sukar, karena memerlukan sekelompok orang yang selalu menyertai Nabi.
• Orang-orang yang dapat menulis pada masa itu masih dapat dihitung dan sudah dikerahkan tenaganya untuk menulis Al-Qur’an.
• Karena dikawatirkan akan bercampur dengan Al-Qur’an secara tidak sengaja. Karena itu Nabi SAW melarang mereka menulis hadits , beliau khawatir sabda-sabdanya bercampur dengan firman Allah.
2. Tujuan pembukuan hadits pada masa itu adalah agar hadits Nabi tidak hilang bersamaan para penghafalnya.
3. Pemerintahan yang pertama kali memberikan perintah pembukuan atau pengumpulan hadits adalah masa pemerintahan Umar bin Abdul Azis.
4. Masa seleksi hadits terjadi pada masa dinasti Bani Abbas, diantara perintisnya adalah
 Musa Al-Abbasy
 Musaddad Al-Bashry
 Ahmad bin Hambal
5. Hadits pada masa seleksi terjadi disebabkan adanya periode tadein yang belum berhasil memishkan hadits mauquf dan maqthu’ dari hadits marfu’, begitu pula memisahkna hadits dha’if dari hadits shohih. Dalam masa ini diantara buktinya adalah Kutubus-sittah (enam kitab hadits induk).

DOwnload makalahnya disini

Klik iklannya untuk ucapan terima kasih!!! semoga bermanfaat!!!

Sumber Ajaran Islam

A. Al – Qur’an Sebagai Sumber Islam
Yang dimaksud Sumber Islam dalam pembahasan ini adalah sumber hokum, norma, nilai, dan atau ajaran islam. Adapun sumber Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Sedangkan Ijtihad bukan sebagai sumber islam, sebab dia merupakan metode memahami Islam yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-sunnah. Namun, sebagian ulama’ memasukkan hasil ijtihad sebagai sumber islam setelah al-Qur’an dan al-sunnah. Untuk lebih jelasnya dibawah ini dibicarakan masing – masing sumber islam. Al-Qur’an secara harfiyah yang berarti bacaan, Allah berfirman : “ Sesungguhnya tanggungan Kamilah mengumpulkannya (dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (di lidahmu). Apabila telah selesai Kami membacanya, maka ikutilah bacaannya itu “ ( QS. Al-Qiyamah : 17-18)

Memang Al-Qur’an diturunkan untuk dibaca, difahami, dan direnungkan kemuadian dihafalkan.
Sedang secara terminologis, Al-Qur’an didefinisikan sebagai “Firman Allah SWT. Yang diwahyukan kepada Rasul terakhir, Muhammad SAW. Sebagai mu’jizat, untuk manusia yang disuruh mempelajarinya”. Al-Qur’an sebagai firman Allah berarti seluruh isinya mutlak dari kalam Allah yang absolute. Sebagai kalam Allah yang absolute, Al-Qur’an tidak bisa dimasuki unsur kalam manusia yang relative. Maka, keberadaannya akan tetap terjaga sebagaimana hal ini telah dijanjikan oleh Allah sendiri.
Al – Qur’an di turunkan secara bertahap / berkala selama 22 tahun, 2 bulan, 22 hari. Terdiri atas 30 juz, 114 surat ( yang dimulai dari surat al – fatihah sampai dengan surat an – nas ), dan 6.240 ayat.
Secara garis besar al – Qur’an diturunkan di dua temapt. Pertama di Makkah atau sebelum Nabi Hijrah ke Madinah, ayat – ayat ini disebut ayat – ayat Makiyyah. Kedua, di Madinah atau sesudah Nabi Hijrah Ke Madinah, Ayat – ayat ini disebut Madaniyyah.

3


Ayat – ayat Makiyyah menitik beratkan pada aspek keimanan. Sedangkan ayat – ayat Madaniyyah lebih menitik beratkan pada masalah – masalah Syari’ah serta moralitas, meskipun ayat – ayat keimanan tetap diturunkan. Hal ini juga karena konteks masyarakat Makkah betul – betul mengalami krisis ketauhidan, sedang masyarakat Muslim di Madinah relative telah memiliki keimanan yang handal dan perlu aturan – aturan social.
Secara global isi al – Qur’an tercermin dalam al – fatihah yang dibuat Ummu Al – Qur’an ( induk al – Qur’an ). Surat ini memuat beberapa isi yang meliputi : 1. Masalah keimanan, 2. Masalah peribadatan, 3. Masalah janji, ancaman, masalah manusia, Tuhan, dan alam.
Perlu di ingat bahwa al – Qur’an merupakan satu – satunya kitab Allah yang paling mampu bertahan keberadaannya, keotentikan isi maupun teks – teksnya. Hal ini pernah dijanjikan oleh Allah SWT sendiri:
“ Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al – Qur’an dan Kamilah akan menjaganya”.
Mengenai isi al – Qur’an membicarakan masalah alam antara lain: astronomi, geologi, pertambangan, kelautan, dan membicarakan alam ghoib seperti, jin, syetan, syurga, neraka, malaikat, dan membicarakan manusia, antara lain: fungsi manusia, tugas manusia, tujuan manusia, dan lain – lain.
Tentang Tuhan, al – Qur’an membicarakan antara lain segi sifat, nama, keberadaan, hak, aktifitasnya dan lain – lain yang berhubungan dengan penciptaan-nya. Al – Qur’an juga menguak masa – masa lampau dan juga masa depan.

B. Fungsi Al – Qur’an
Sesuai dengan namanya, al – Qur’an adalah kitab suci yang menjadi bacaan bagi manusia untuk memperoleh petunjuk – petunjuk Tuhan. Diyakini bagi orang – orang yang beriman bahwa al – Qur’an, seperti dikatakan Tuhan sendiri, meliputi segala sesuatu. Maksudnya, al – Qur’an memberi dasar – dasaretika untuk semua persoalan yang dibutuhkan dalam kehidupan manusia secara menyeluruh. Dengan dasar – dasar itu, orang – orang mukmin menjadikannya sebagai landasan hidup, dan mengembangkan pesan – pesannya untuk keperluan – keperluan hokum praktis.
4

Karena itu, sesuai dengan nama – namanya, al – Qur’an mempunyai fungsi – fungsi sebagai berikut: Al-Huda ( petunjuk ), Al-Furqon ( Pemisah ), As-Syifa ( Penyembuh ), dan Al-Mau’izhah ( nasehat ), bagi orang – orang yang beriman. Sebagai Al-Huda ( Petunjuk ), al – Qur’an memberi petunjuk kepeda semua manusia ( QS. Al – Baqarah : 185 ) “ ( puasa itu ) pada bulan Ramadhan yang diturunkan Qur’an pada bulan itu untuk petunjuk bagi manusia dan beberapa keterangan dari petunjuk dan memperbedakan antara yang hak dengan yang batil. Barang siapa yang hadir diantara kamu di bulan Ramadhan hendaklah ia berpuasa. Barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan, maka berpuasalah pada hari yang lain. Allah Menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu sempurnakan bilangan bulan itu dan hendaklah kamu besarkan Allah, karena petunjk – Nya kepadamu, dan mudah – mudahan berterima kasih kepada – Nya.”
Kepada mereka yang bertaqwa ( QS. Al – Baqarah : 2 ) “ Kitab itu ( Al – Qur’an ) tidak ada keraguan padanya, bagi petunjuk orang – orang yang taqwa.”
Kepada orang – orang yang beriman QS. Yunus : 57 ) “ Hai segala manusia, sungguh telah datang kepadamu pengajaran dari Tuhanmu dan menyembuhkan apa yang dalam dada (hati), lagi petunjuk dan rahmat bagi orang – orang yang beriman.”
Sebagai Al Furqon Al – Qur’an membedakan dan memisahkan antara yang hak dengan yang batil, atau yang benar dan yang salah ( QS. Al – Baqarah : 185 ). Sebagai As – Syifa, Al – Qur’an memberikan penyembuhan bagi penyakit – penyakit yang ada di dada manusia ( QS. Yunus : 57 ). Dan sebagai Al – Mau’izahah, Al – Qur’an memberi nasehat bagi orang – orang yang bertaqwa QS. Ali – Imron : 138 ) “ (Qur’an) ini adalah keterangan untuk manusia, bagi petunjuk dan pengajaran bagi orang – orang taqwa.”

C. AL SUNNAH
As-Sunah sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Al-Quran, tidak diragukan pengaruhnya di dalam dunia fiqih Islam, terutama pada masa para imam mujtahid dengan berdirinya mazhab-mazhab ijtihad. Sebagai masa kejayaan kajian ilmu hukum Islam di dalam dunia sejarah. Hal semacam ini tidak pernah terjadi pada umat agama lain, baik di zaman dahulu atau sekarang.
5

Setiap orang yang mendalami mazhab-mazhab fiqih, maka akan mengetahui betapa besar pengaruh As-Sunah di dalam penetapan hukum-hukum fiqih.
Yang dimaksud dengan Al Sunnah adalah ucapan, perbuatan serta ketentuan Nabi Muhammad SAW. Sunnah Nabi ini merupakan penjelasan atau penafsiran Al – Qur’an. Masalah – masalah yang belum tersebut di dalam Al – Qur’an dipertegas serta dijelaskan oleh Al Sunnah.
Allah swt., di dalam Al-Quran menjelaskan kehujahan Sunah Nabi dengan beragam cara, di antaranya dengan memerintahkan orang yang beriman untuk mengembalikan perselisihan pendapat yang terjadi di antara mereka kepada Allah dan Rasul-Nya, dalam Qur’an Surat An – Nisa : 59 yang artinya "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul.”
Imam Syafii berkata, "bahwa Allah mewajibkan kita untuk taat kepada Rasul, dan selama ketaatan kepada Rasul adalah wajib, maka perkataan beliau menjadi pengikat bagi kita. Dan setiap orang yang berseberangan dengan Rasul, maka orang tersebut dinilai sebagi orang yang durhaka, walaupun Allah telah mengancam orang yang durhaka kepada Rasul-Nya. Maka dapat disimpulkan, bahwa Sunah Rasul adalah hujah yang harus kita pegang."
"Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al-Hikmah". (QS.Ali Imran: 164)

D. IJTIHAD
Ijtihad merupakan sunnatullah bahwa zaman terus berkembang, dan manusia sebagai actor sejarah baik disadari maupun tidak disadari, dan telah terbukti perkembangan – perkembangan berupa perubahan dan dinamika dalam berbagai aspek kehidupan.
Dalam konteks ijtihad merupakan metodologi penggalian hokum yang muncul akibat logis adanya Al – Qur’an dan Al – Sunnah sebagai sumber utama islam yang berlaku sepanjang masa. Hal ini menunjukkan perlunya dilakukan ijtihad secara terus menerus sesuai dengan kebutuhan serta tuntutan zaman. Allah menguatkan dalam Qur’an surat
6

Al – Maidah ayat 48, yang artinya : “ Dan kami telah menurunkan Kitab kepada engkau (ya Muhammad) dengan (membawa) kebenaran yang membenarkan Kitab yang dihadapannya serta mengawasinya, sebab itu hukumlah antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau turuti hawanafsu mereka, (dan berpaling) dari kebenaran yang telah datang kepada engkau. Kami adakan untuk tiap – tiap umat diantaramu satu syari’at (peraturan) dan satu jalan. Ia jadikan kamu umat yang satu, tetapi ia hendak mencoba kamu tentang apa yang diberikannya kepadamu, sebab itu berlomba – lombalah kamu (memperbuat) kebaikan. Kepada Allah tempat kembalimu sekalian, lalu Allah mengabarkan kepadamu, tentang apa – apa yang telah kamu perselisihkan.”
Ijtihad merupakan aktifitas penalaran secara sungguh – sungguh terhadap Al – Qur’an dan Al Sunnah yang bersifat zhanni untuk mendapatkan hokum yang dibutuhkan. Maka, bagaimanapun dala ijtihad terdapat unsure subyektifitas, hasilnya pun mungkin benar, mungkin salah. Dalam bentuk yang terakhir ini Rasulullah masih tetap menghargai usaha tersebut dan tercatat sebagai amal shalih.


7
BAB III
KESIMPULAN
Untuk memudahkan dari pemahaman tentang isi makalah kami, dengan ini kami akan tampilkan sekilas rangkumannya yang kami buat dengan secara sistematis, lugas, dan ringkas. Berikut rangkumannya:
1. Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca.
2. As-Sunah atau dalam istilah lain Hadis Nabi, secara terminologi adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan, perbuatan atau ketetapan. Adapun arti kehujahan Sunah di sini adalah: kewajiban bagi kita untuk beramal sesuai dengan As-Sunah dan menjadikannya sebagai dalil untuk menggali hukum syari'.
3. Ijtihad ialah sunnatullah bahwa zaman terus berkembang, dan manusia sebagai actor sejarah baik disadari maupun tidak disadari, dan telah terbukti perkembangan – perkembangan berupa perubahan dan dinamika dalam berbagai aspek kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA
 Abdurrahman, Dudung, Metode Penelitian Sejarah, Logos, Jakarta. 1999.
 Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran al – Qur’an, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000.
 H. Mahmud Junus, Al – Qur’an dan Terjemah, Al Ma’arib, Bandung
 zg/www.hidayatullah.com
 Faridl, Miftah dan Syihabudin, Agus --Al-Qur'an, Sumber Hukum Islam yang Pertama, Penerbit Pustaka, Bandung, 1989 M


Download makalahnya disini atau disini Gratiiiss....

Klik iklannya untuk ucapan terima kasih!!! semoga bermanfaat!!!

Sejarah Islam Klasik, Pertengahan dan Modern

A. PERIODE ISLAM KLASIK
Perkembangan Islam klasik ditandai dengan perluasan wilayah, ketika tinggal di Mekah, Nabi Muhammad Saw dan para pengikutnya mendapat tekanan dari kalangan Quraisy yang tidak setuju terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.
Pada tahun 620 M, Nabi Muhammad Saw membuat persetujuan dengan sejumlah Penduduk Yatsrib yang terkemuka yang membuat ia dan pengikutnya diterima di kalangan mereka. Didahului dengan kelompok kecil yang bisa dipercaya, kemudian Nabi Muhammad berhijrah ke Yatsrib. Setelah itu, Yatsrib disebut Madinah.

Setelah kedudukan Islam di Madinah menjadi kuat, umat Islam menentukan langkah berikutnya, yaitu menaklukkan Mekah setelah sebelumnya melakukan perundiangn yang hamper tanpa kekerasan (630 M). kesuksesan Nabi menjadi lengkap. Tempat-tempat seperti Ka’bah, zam-zam, dan makam Nabi Ibrahim a.s. dikuasai oleh oleh umat Islam. Dengan demikian, pada zaman Nabi Muhammad Saw terdapat dua kota sebagai pusat pengembangan Islam, yaitu Madinah dan Mekah.
Setelah Nabi Muhammad Saw wafat umat Islam berikhtilaf tentang penggantinya. Menurut satu versi, Nabi Muhammad Saw telah menentukan penggantinya. Menurut satu versi, Nabi Muhammad Saw telah menentukan penggantinya dengan cara wasiat. Kelompok yang beranggapan seperti ini, dalam sejarah, disebut syia’ah. Sedangkan versi kedua berpendapat bahwa Nabi Muhammad Saw tidak menentukan penggantinya, sehingga mereka bermusyawarah di Tsaqifah Bani Sa’dah untuk memilih pengganti Nabi. Kelompok kedua ini kemudian dikenal sebagai kelompok Suni.
Tidak lama setelah dipimpin oleh khalifah, umat islam yang pada waktu itu pada umumnya berasal dari suku-suku Arab, mulai melakukan berbagai penaklukan. Pada tahun 633 M. pasukkan umat Islam dikirim ke Suriah dan Persia timur. Dengan terlaksananya penakulakna-penaklukan itu, Islam yang pada zaman Nabi Muhammad Saw bersifat Arab menjadi bersifat Internasional. Khazanah kebudayaan klasik pun diserap.
Kekuasaan Bani Umayah dimulai setelah khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib, meninggal Dunia. Tidak berbeda dengan fase sebelumnya, kekuasaan Bani Umayah ditandai dengan perluasan wilayah yang luar biasa. Ibu kota Negara dipindahkan ke Damaskus, dekat Bait al-Maqdis, oleh Dinasti Umayah. Dari ibu kota ini, umat Islam yang sebelumnya telah menduduki Tripoli ( sekarang Libia ), melanjutkan penaklukan ke Afrika ( Sekarang Tunisia, Aljajair, dan Maroko.
Pada tahun132 H/750 M, keturunan bani Umayyah ditumpas habis dan menandai berkahirnya dinasti tersebut. Hanya Abdurrahman, satu-satunya keturunan bani Umayah yang berhasil melarikan diri ke Andalusia dan mendirikan dinasti Umayyah II di daratan Eropa tersebut. Sejalan dengan pesatnya perkembangan Islam di Asia dan Afrika, Islam juga menyebar ke Eropa. Yaitu melalui tiga : Jalan barat, Jalan tengah., Jalan timur.
Sesungguhnya Eropa banyak berhutang budi pada Islam karena banyak sekali peradaban Islam yang mempengaruhi Eropa, seperti dari spanyol, perang salib dan sisilia. Spanyol sendiri merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa dalam menyerap ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, baik dalam bentuk politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan pendidikan. Beberapa perkembangan Islam antara lain sebagai berikut.
1. Bidang politik
Terjadi balance of power karena di bagian barat terjadi permusuhan antara bani Umayyah II di Andalusia dengan kekaisaran karoling di Perancis, sedangkan di bagian timur terjadi perseteruan antara bani Abbasyah dengan kekaisaran Byzantium timur di semenanjung Balkan. Bani Abbasyah juga bermusuhan dengan Bani Umayyah II dalam perebutan kekuasaan pada tahun 750 M. Kekaisaran Karoling bermusuhan dengan kekaisaran Byzanium timur dalam memperebutkan Italia. Oleh karena itu terjadilah persekutuan antara Bani Abbasyah dengan kekaisaran Karoling, sedangkan bani Umayyah II bersekutu dengan Byzantium Timur. Persekutuan baru berakhir setelah terjadi perang salib (1096-1291)
2. Bidang Sosial Ekonomi
Islam telah menguasai Andalusia pada tahun 711 M dan Konstantinopel pada tahun 1453 M. Keadaan ini mempunyai pengaruh besar terhadap pertumbuhan Eropa. Islam berarti telah menguasai daerah timur tengah yang ketika itu menjadi jalur dagan dari Asia ke Eropa. Saat itu perdagangan ditentukan oleh negara-negara Islam. Hal ini menyebabkan mereka menemukan Asia dan Amerika
3. Bidang Kebudayaan
Melalui bangsa Arab (Islam), Eropa dapat memahami ilmu pengetahuan kuno seperti dari Yunani dan Babilonia. Tokoh tokoh yang mempengaruhi ilmu pengetahuan dan kebudayaan saat itu antara lain sebagai berikut.
a. Al Farabi (780-863M)
Al Farabi mendapat gelar guru kedua (Aristoteles digelari guru pertama). Al Farabi mengarang buku, mengumpulkan dan menerjemahkan buku-buku karya aristoteles
b. Ibnu Rusyd (1120-1198)
Ibnu Rusyd memiliki peran yang sangat besar sekali pengaruhnya di Eropa sehingga menimbulkan gerakan Averoisme (di Eropa Ibnu Rusyd dipanggil Averoes) yang menuntut kebebasan berfikir. Berawal dari Averoisme inilah lahir roformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M di Eropa. Buku-buku karangan Ibnu Rusyd kini hanya ada salinannya dalam bahasa latin dan banyak dijumpai di perpustakaan-perpustakaan Eropa dan Amerika. Karya beliau dikenal dengan Bidayatul Mujtahid dan Tahafutut Tahaful.
c. Ibnu Sina (980-1060 M)
Di Eropa, Ibnu Sina dikenal dengan nama Avicena. Beliau adalah seorang dokter di kota Hamazan Persia, penulis buku-buku kedokteran dan peneliti berbagai penyakit. Beliau juga seorang filsuf yang terkenal dengan idenya mengenai paham serba wujud atau wahdatul wujud. Ibnu Sina juga merupakan ahli fisika dan ilmu jiwa. Karyanya yang terkenal dan penting dalam dunia kedokteran yaitu Al Qanun fi At Tibb yang menjadi suatu rujukan ilmu kedokteran
4. Bidang Pendidikan
Banyak pemuda Eropa yang belajar di universitas-unniversitas Islam di Spanyol seperti Cordoba, Sevilla, Malaca, Granada dan Salamanca. Selama belajar di universitas-universitas tersebut, mereka aktif menterjemahkan buku-buku karya ilmuwan muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah mereka pulang ke negerinya, mereka mendirikan seklah dan universitas yang sama. Universitas yang pertama kali berada di Eropa ialah Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1213 M dan pada akhir zaman pertengahan di Eropa baru berdiri 18 universitas. Pada universitas tersebut diajarkan ilmu-ilmu yang mereka peroleh dari universitas Islam seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti dan ilmu filsafat
1. Banyak gambaran berkembangnya Eropa pada saat berada dalam kekuasaan Islam, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, tekhnologi, kebudayaan, ekonomi maupun politik..
Akibat atau pengaruh dari perkembangan ilmu pengetahuan Islam ini menimbulkan kajian filsafat Yunani di Eropa secara besar-besaran dan akhirnya menimbulkan gerakan kebangkitan atau renaissans pada abad ke-14. berkembangnya pemikiran yunani ini melalui karya-karya terjemahan berbahasa arab yang kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa latin. Disamping itu, Islam juga membidani gerakan reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan aufklarung atau pencerahan pada abad ke-18 M.
Nasib kaum muslim di Spanyol sepeninggal Abu Abdullah Muhammad dihadapakan pada beberapa pilihan antara lain masuk ke dalam kristen atau meninggalkan spanyol. Bangunan-bangunan bersejarah yang dibangun oleh Islam diruntuhkan dan ribuan muslim mati terbunuh secara tragis. Pada tahun 1609 M, Philip III mengeluarkan undang-undang yang berisi pengusiran muslim secara paksa dari spanyol. Dengan demikian, lenyaplah Islam dari bumi Andalusia, khususnya Cordoba yang menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan di barat sehingga hanya menjadi kenangan.



B. PERIODE ISLAM PERTENGAHAN
Yang dimaksud abad pertengah ialah tahapan sejarah umat Islam yang diawali sejak tahun-tahun terakhir keruntuhan Daulah Abbasiyah (1250 M) sampai timbulnya benih-benih kebangkitan atau pembaharuan Islam yang diperkirakan terjadi sekitar tahun 1800 M. periode pertengahan ini juga terbagi menjadi dua bagian yaitu masa kemunduran I(1250-1500 M) dan masa tiga kerajaan besar (1500-1800 M)
1. Masa Kemunduran
Zaman kemunduran umat Islam pada zaman pertengahan diawali dengan kehancuran bagdad oleh Hulugu khan (cucu jengis Khan). Dari Bagdad, ia meneruskan serangan ke suria dan mesir, tetapi dia di mesir ia berhasil dipukul oleh baybars, jenderal Mamluk dan Ain Jalut. Bagdad selanjutnya diperintah oleh dinasti Ilkhan (gelar bagi Hulagu).
Perpecahan jgua terjadi diantara para pengikut mazhab fikih. Para ulama pengikut mazhab disibukkan dengan kegiatan pembelaan dan penguatan mazhab yang dianutnya bahkan cenderung beranggapan bahwa mazhabnyalah yang paling benar. Hal ini mendorong semakin turunnya semangat ijtihad dan akhirnya “meninggalkan” ijtihad.

2. Masa Tiga Kerajaan Besar
Fase tiga kerajaan besar berlangsung selama 300 tahun yaitu pada tahun 1500-1800 M, tiga kerajaan besar yang dimaksud ialah kerajaan Utsmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia (1501-1736), dan Kerajaan Mughal di India.
Kerajaan Mughal letaknya di India dan Delhi sebagai Ibukotanya. Berdiri seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan safawi. Didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482-1530 M), salah satu dari cucu timur Lenk, ia bertekad ingin menguasai samarkhan yang menjadi kota penting di Asia pada masa itu. Maka pada tahun 1494 ia berasil menaklukkan berkat bantuan raja Ismail I, raja Safawi.pada tahun 1504 M ia juga dapat menaklukkan Kabul, ibukota Afganistan. Kerajaan-kerajaan Hindu di India juga dapat ditaklukkannya. Pada masa Raja Akbar tahun 1556-1606 M dapat menaklukkan raja-raja India pada masa ada pada waktu itu, dan juga Bengal. Dalam soal agama, Akbar mempunyai pendapat yang liberal dan ingin menyatukan semua agama dalam satu bentuk agama baru yang diberi nama Din Ilahi. Akbar juga menerapkan politik Sulakhul (toleransi Universal) .
Akan tetapi, kemajuan tiga kerajaan besar ini tidak bertahan lama karena adanya kerusakan internal dan serangan dari luar. Dan seangan dari luar. Akhirnya, satu demi satu berjatuhan digantikan oleh kekuatan lain.

Akhirnya usaha ketiga kerajaan besar ini untuk memajukan umat Islam, tidak berhasil dan umat Islam memasuki fase kemunduran kedua. Akhirnya, India mulai tahun 1857 dijajah Inggris sampai 1947, dan Mesir dikuasai oleh Napoleon dari Perancis tahun 1798.

C. PERIODE MODERN (1250-1800 M)
Periode Modern disebut juga sebagai zaman Kebangkitan Islam. Ekspedisi Napoleon yang berakhir tahun 1801 membuka mata umat Islam, terutama Turki dan Mesir, akan kemunduran dan kelemahan umat Islam di samping kekuatan dan kemajaun Barat.
Ide-ide baru yang diperkenalkan Napoleon di Mesir adalah sebagai berikut :
a) Sistem negara republik yang kepala negaranya dipilih untuk jangka waktu tertentu,
b) Persamaan (egalite), dan
c) Kebasaan (nation).
Raja dan pemuka agama Islam mulai berpikir dan mencari jalan keluar untuk mengembalikan balance of power yang telah membahayakan umat Islam. Maka timbullah gerakan pembaharuan yang dilakukan di berbagai negara, terutama Turki Utsmani dan Mesir.
Dalam pembaharuan ini kaum Muslim memiliki banyak sekali tokok-tokoh pembaharuan yang pkok-pokok pemikirannya maupun jasa-jasanya dibidang telah memberikan sumbangsih umat Islam di dunia. Beberapa tokoh yang tekenal dalam dunia ilmu pengetahuan atau pemikir islam tersebut antara lain sebagai berikut :
o Jamaludin Al Afgani (Iran 1838-Turki 18970
o Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyd Rida (Suraiah 1849-1905) :
o Toha Husein (Mesir Selatan 1889-1973)
o Syaid Qutub (Mesir 1906-1966 )
o Sir Syaid ahmad Khan (India 1817-1898 M)
o Sir Muhammad Iqbal (Punjab 1873-1938 M).


BAB III
PENUTUP

Islam dan kebudayaan tidak hanya merupakan warisan masa silam namun juga salah satu kekuatan penting yang cukup di terhitungkan dunia dewasa ini Al –Qur’an terus dibaca dan dikaji oleh kaum muslimin budaya Islam pun tetap merupakan faktor pendorong dalam membentuk kehidupan manusia di permukaan bumi.
Ada beberapa manfaat yang dapat kita ambil dari sejarah perkembangan Islam Meskipun Bani Umayyah telah dihancurkan oleh Bani Abbasyah, perluasan wilayah Islam masih terus dilanjutkan sehingga dengan demikian kebudayaan Islam tetap berkembang di Eropa. Hal tersebut menandakan bahwa semangat kaum muslim dalam meraih cita-cita sangat tinggi sehingga melahirkan persatuan dan kesatuan yang sangat dibutuhkan dalam mewujudkan hal tersebut. Hal ini terbukti dalam setiap perluasan wilayah, kaum muslim mampu menguasai Spanyol dalam waktu sekitar delapan abad (711-1492 M) dan menguasai Semenanjung Balkan sekitar 4 abad (1453-1918 M)
Ada banyak perilaku yang dapat diterapkan sebagai cerminan penghayatan terhadap sejarah perkembangan Islam. Sejarah merupakan pelajaran bagi manusia agar di kemudian hari perilaku atau perbuatan kaum muslim yang membuat kaum muslim dan umat manusia lainnya menderita tidak terulang lagi. Lemahnya persatuan umat Islam dapat dijadikan celah pihak lain untuk memundurkan peran kaum muslim, baik dari kancah perekonomian maupun politik. Oleh karena itu, umat Islam hendaknya mampu mengubah tata kehidupannya yang seimbang antara kepentingan duniawi dan ukhrawinya serta senantiasa meningkatkan wawasan keislamannya melalui rujukan Al Qur’an dan Hadis.


DAFTAR PUSATKA

Hakim Atang Abd, Mubarok Jaih, 1999, Metodologi Studi Islam,PT. Remaja Rosdakarya, Bandung
http://www.scribd.com/dok15557172/SEJARAH-PERKEMBANGAN -ILMU-PENGETAHUAN-ISLAM-KLASIK
http://saef-jaza.blogspot.com/2008/05sejarah-islam-abad-pertengahan.html.
www.google.com


Download filenya disini gratis...tis..tis..

jangan lupa klik iklan dibawah ini untuk ucapan terima kasih!!! semoga bermanfaat!!!

Islam di Asia Tenggara

I.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Di Asia Tenggara, Islam merupakan kekuatan sosial yang patut diperhitungkan, karena hampir seluruh negara yang ada di Asia Tenggara penduduknya, baik mayoritas ataupun minoritas memeluk agama Islam. Misalnya, Islam menjadi agama resmi negara federasi Malaysia, Kerajaan Brunei Darussalam, negara Indonesia (penduduknya mayoritas atau sekitar 90% beragama Islam), Burma (sebagian kecil penduduknya beragama Islam), Republik Filipina, Kerajaan Muangthai, Kampuchea, dan Republik Singapura (Muzani, 1991: 23).

Dari segi jumlah, hampir terdapat 300 juta orang di seluruh Asia Tenggara yang mengaku sebagai Muslim. Berdasar kenyataan ini, Asia Tenggara merupakan satu-satunya wilayah Islam yang terbentang dari Afrika Barat Daya hingga Asia Selatan, yang mempunyai penduduk Muslim terbesar.
Asia Tenggara dianggap sebagai wilayah yang paling banyak pemeluk agama lslamnya. Termasuk wilayah ini adalah pulau-pulau yang terletak di sebelah timur lndia sampai lautan Cina dan mencakup lndonesia, Malaysia dan Filipina.

I.2 RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah yang penulis uraikan, maka penulis akan membahas permasalahan-permasalahn diantaranya :
• Islam di Asia Tenggara khususnya di Filiphina, Singapura dan Thailand?
• Sejarah masuknya Islam di Filiphina?
• Serta hal-hal yang berhubungan dengan Islam yang berada di Thailand, Singapura dan Filiphina?

I.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan karya tulis ini adalah
1. Memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam
2. Melatih mahasiswa menyusun makalah dalam upaya lebih meningkatkan pengetahuan dan kreatifitas mahasiswa.
3. Agar mahasiswa lebih memahami dan mendalami pokok bahasan khususnya tentang Islam di Asia Tenggara pada negara Thailand, Singapura dan Filiphina.
BAB II
PEMBAHASAN
ISLAM DI ASIA TENGGARA


A. PROSES MASUKNYA ISLAM DI ASIA TENGGARA
Islam masuk ke Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan para sufi. Hal ini berbeda dengan daerah Islam di Dunia lainnya yang disebarluaskanmelalui penaklulan Arab dan Turki. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara.
Mengenai kedatangan Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara hampir semuanya didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan. Pada abad ke-5 sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir.
Menurut Uka Tjandra Sasmita, prorses masukya Islam ke Asia Tenggara yang berkembang ada enam, yaitu:
1. Saluran perdagangan
Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagangpedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mereka berhasil mendirikan masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak. Perkembangan selanjutnya mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.


2. Saluran perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan penduduk di Asia Tenggara, sehingga penduduk-penduduknya terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan; tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja dan adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi.
3. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal magic dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka juga ada yang mengawini puteri-puteri bangsawan setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk Asia Tenggara mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Ajaran mistik seperti ini masih dikembangkan diabad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
4. Saluran pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwah ketempat tertentu mengajarkan Islam.
5. Saluran kesenian
6. Saluran politik
B. Negara-Negara Islam di Asia Tenggara
a. Islam di Filiphina
Asia tengagara adalah sebutan untuk wialyah daratan Asia bagian timur yang terdiri dari jazirah Indo-Cina dan kepualauan yang banyak serta terilingkupi dalam Negara Indonesia dan Philipina. Melihat sejarah masa lalu, terlihat bahwa Islam bukanlah agama pertama yang tumbuh pesat, akan tetapi Islam masuk ke lapisan masyarakat yang waktu itu telah memiliki peradaban, budaya, dan agama. Taufiq Abdullah menulis dalam bukunya renaisans islam di asia tenggara, bahwa kawasan asia tenggara terbagi menjadi 3 bagian berdasarkan atas pengaruh yang diterima wilayah tersebut.
Pertama, adalah wilayah indianized southeast asia, asia tenggara yang dipengaruhi India yang dalam hal ini hindu dan budha
Kedua, sinized south east asia, wilayah yang mendapatkan pengaruh china, adalah Vietnam.
Ketiga, yatu wilayah asia tenggara yag dispanyolkan, atau hispainized south east asia, yaiut philipina.
Ketiga pembagian tersebut seolah meniadakan pengaruh Islam yang begitu besar di Asia tenggara, khususnya Philipina.
 Sejarah Masuknya Islam Di Filiphina
Sejarah masuknya Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada tahun 1380 M. Seorang tabib dan ulama Arab bernama Karimul Makhdum dan Raja Baguinda tercatat sebagai orang pertama yang menyebarkan ajaran Islam di kepulauan tersebut. Menurut catatan sejarah, Raja Baguinda adalah seorang pangeran dari Minangkabau (Sumatra Barat). Ia tiba di kepulauan Sulu sepuluh tahun setelah berhasil mendakwahkan Islam di kepulauan Zamboanga dan Basilan. Atas hasil kerja kerasnya juga, akhirnya Kabungsuwan Manguindanao, raja terkenal dari Manguindanao memeluk Islam. Dari sinilah awal peradaban Islam di wilayah ini mulai dirintis. Pada masa itu, sudah dikenal sistem pemerintahan dan peraturan hukum yaitu Manguindanao Code of Law atau Luwaran yang didasarkan atas Minhaj dan Fathu-i-Qareeb, Taqreebu-i-Intifa dan Mir-atu-Thullab. Manguindanao kemudian menjadi seorang Datuk yang berkuasa di propinsi Davao di bagian tenggara pulau Mindanao. Setelah itu, Islam disebarkan ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta daerah pantai lainnya. Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada dibawah kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datuk atau Raja. Menurut ahli sejarah kata Manila (ibukota Filipina sekarang) berasal dari kata Amanullah (negeri Allah yang aman). Pendapat ini bisa jadi benar, mengingat kalimat tersebut banyak digunakan oleh masyarakat sub-kontinen.
Philipina adalah negara kepulauan dengan 7.107 pulau, dengan jumlah penduduk sekitar 47 juta jiwa, dengan menggunakan 87 dialek bahasa yang berbeda-beda yang mencerminkan banyaknya suku dan komunitas etnis. Orang-orang Islam di Philipina menamakan dirinya “Moro”. Namun nama ini sebenarnya bersifat politis, karena dalam kenyataannya Moro terdiri dari banyak kelompok etno linguistik, umpamanya Maranow, Maquindanau, Tausuq, Somal, Yakan, Ira Nun, Jamampun, Badjao, Kalibugan, Kalagan dan Sangil.
Jumlah masyarakat Moro sekitar 4,5 juta jiwa atau 9 % dari seluruh penduduk Philipina. Bila direntang ke belakang, perjuangan bangsa Moro dapat dibagi menjadi 2 fase, yaitu: pertama, berjihad melawan penguasa Spanyol selama 377 tahun (1521-1898). Kedua, Moro melawan pemerintah Philipina (1970-sekarang).
Kedatangan orang-orang Spanyol di Philipina atau menundukkan secara halus dengan hadiah-hadiah orarng-orang Spanyol dapat memperluas kedaulatannya ke seluruh perkampungan Philipina. Akan tetapi Spanyol mendapatkan perlawanan sengit ketika menghadapi kesultanan Islam di wilayah selatan, yakni Sulu, Maquindanau dan Buayan. Rentetan peperangan yang panjang antara Spanyol dan Islam hasilnya tidak nampak, yang nampak adalah bertambahnya ketegangan antara orang KRISTEN dan orang Islam Philipina. Amerika menguasai Philipina setelah mengalahkan Spanyol. Hubungan dengan masyarakat Muslim Philipina lebih baik. Ini merupakan efek dari kebijakan resmi Amerika untuk membiarkan kehidupan keagamaan orang Islam dan kebiasaan ritualnya. Namun demikian, Islam dibenci dan dicurigai. Untuk itu, kontak-kontak dengan saudaranya yang terdekat di pulau Kalimantan dan pulau-pulau lainnya di Indonesia dibatasi. Ketika sebagian besar rakyat Philipina memilih dibawah protektorat Amerika, masyarakat Muslim Philipina (dipelopori seratus tokoh agama dari Manarao) pada bulan Maret 1935 menulis surat kepada Presiden Roosevelf yang intinya persetujuannya terhadap pemerintahan protektorat khusus untuk masyarakat Muslim yang terpisah dengan Philipina, tapi permintaan ini dikabulkan Amerika.
Ketika Manuel Quezon (presiden Persemakmuran) menyatakan bahwa undang-undang nasional akan ditetapkan secara sama terhadap orang-orang Islam dan Kristen, mendapat reaksi keras dari kelompok Islam, karena secara mencolok mengabaikan sistem-sistem sosial dan hukum tradisional Islam, undang-undan nasional itu lebih banyak mengambil dari etika Kristen dan sejarah sosial Barat. Sebagian pemimpin Islam berkeyakinan bahwa peraturan pemerintah yang baru itu merupakan rencana jahat yang disengaja untuk mematikan Islam di Philipina (Majul, 1989:8-20). Setelah kemerdekaannya Philipina tanggal 4 Juli 1946, Masyarakat Moro tetap melanjutkan perjuangannya bagi kemerdekaan Moro. Pemerintahan Philipina yang baru tetap melanjutkan kebijakan masa kolonial yakni melakukan tindakan-tindakan reprersif kepada gerakan separatis Moro. Pemindahan masyarakat katolik Philipina ke wilayah Mindanao yang mayoritas beragama Islam, terus dilakukan. Menjelang tahun 1960, tingginya para pemukim baru yang berasal dari Philipina Utara dan Tengah membuat Moro menjadi Minoritas di wilayah tinggalnya sendiri. Pemerintahan Philipina, seperti halnya pemerintah kolonial Amerika, juga mengeluarkan sejumlah uindang-undang yang mensyahkan pengambilan tanah yang secara turun-temurun dimiliki penduduk Muslim Moro guna pembangunan proyek perkebunan dan pemukiman. Kondisi perekonomian yang semakin menurun dikalangan penduduk Muslim Moro ditambah lagi derngan kasus pembunuhan di Jabaidah telah memicu lahirnya gerakan Mindanao Merdeka MIM (Mindanai Independence Movement) di tahun 1968, tapi gerakan ini dapat diatasi oleh pemerintah Philipina dengan menberi posisi yang strategis kepada tokoh-tokoh MIM. Hal ini menimbulkan kekecewaan pada kader-kader muda dibawah pimpinan Nur Misuari. Kader muda itu membentuk Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF- Moro National Liberation Front), sebuah organisasi yang dikenal sangan militan.
Tujuan dari organisasi ini adalah memperjuangkan kemerdekaan penuh dari tanah Moro. MNLF ini mandapat simpati dari negara-negara Islam dibawah sehingga memaksa presiden Marcos menyetujui perjanjian Tripoli pada tanggal 23 Desember 1976. Perjanjian ini memberikan peluang pembentukan wilayah Mindanao sebagai suatu wilayah otonom yang meliputi 3 propinsi dan 9 kota. Marcos bersikeras bahwa untuk menentukan daerah otonomi itu perlu diadakan referendum. Hal ini ditolak MNLF, akibatnya berlanjut lagi diakhir tahun 1977, yang pada akhirnya membuat pemimpin MNLF, Nur Misrua melarikan diri ke Timur Tengah. Gagalnya perjanjian Tripoli ini memunculkan organisasi sempalan yang tidak puas terhadap sepak terjang Nur Misuari , Bibawa Nashim Salamat, berdirilah Front Pembebasan Islam Moro (Moro Islam Liberation Front-MILF). Ketika menjadi presiden di tahun 1986, Aquino mengeluarkan undang-undang baru yang mendeklarasikan berdirinya wilayah otonom bagi Muslim Mindanao tapi MNLF pecah untuk bersatu dan memperbaharui perjuangan bersenjata demi berdririnya Republik Bangsa Moro yang berdaulat.
Pengangkatan Fidel Ramos sebagai Presiden Philipina di tahun 1992, memberi harapan baru bagi Nur Misuari. Presiden mermbuka negoisasi dengan MNLF tahun 1996. Persetujuan yang ditandatangani dengan MNLF menyatakan bahwa MNLF menjadi badan pengawas atas semua proyek pembangunan ekonomi diseluruh propinsi Mindanao untuk 3 tahun dan Nur Misuari sebagai Gubernur di wilayah itu. Ternyata perjanjian itu terbukti berhasil mengurangi perlawanan bersenjata di Mindanao. Pemecahan yang paling jitu atasproblem bangsa Moro adalah kemerdekaan penuh lepas dari Philipina dan berdirinya nergara Islam Moro (Budiwanti, 2000:137-142).
Menurut Majul, ada 3 alasan yang menjadi penyebab sulitnya bangsa Moro berintegrasi secara penuh kepada pemerintah Republik Philipina. Pertama, Bangsa Moro sulit menghargai undang-undang nasional, khususnya yang mengenai hubungan pribadi dan keluarga, karena jelas undang-undang itu berasal dari Barat dan Katolik. Kedua,sistem sekolah yang menetapkan kurikulum yang sama, bagi setiap anak Philipina di semua daerah tanpa membedakan perbedaan agama dan kultur, membuat bangsa Moro malas untuk belajar di sekolah. Ketiga, Bangsa Moro masih trauma dan kebencian yangmendalam terhadap program pemindahan penduduk yang dilakukan oleh pemerintah Philipina ke wilayah mereka di Mindanao, karena program ini telah merubah posisi mereka dari mayoritas menjadi minoritas hampir di segala bidang kehidupan.

 Islam Di Singapura

 Islam Di Thailand (Muangthai)
a) Latar Belakang Muangthai
Di Muangthai terdapat sekitar 2,2 juta kaum muslimin atau 4 % dari penduduk umumnya. Muangthai dibagi menjadi 4 propinsi, yang paling banyak menganut Islam yaitu di propinsi bagian selatan tepatnya di kota Satun, Narathiwat, Patani dan Yala. Pekerjaan kaum muslimin Muangthai cukup beragam, namun yang paling dominan adalah petani, pedagang kecil, buruh pabrik, dan pegawai pemerintahan. Agama Islam di Muangthai merupakan minoritas yang paling kuat di daerah Patani pada awal abad ke-17 pernah menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara dan menghasilkan ulama besar seperti Daud bin Abdillah bin Idris al-Fatani.
Di Semenanjung Malaya, Islam mula-mula meyakinkan penguasa setempat di kota Malaka yang tadinya berada di bawah kekuasaan raja Siam yang beragama Budha. Sekian abad sebelumnya telah datang agama Hindu dan Budha, beliau membangun sebuah peradaban dengan bukti meninggalkan berkas-berkasnya pada rakyat. Menurut Geertz ketika Islam tiba pengaruhnya hanya terbatas pada masyarakat ras melayu, sebelum Islam dapat meluas lebih dalam di daratan Asia dibendung oleh kolonialisme yang sebagai kekuatan baru menyebar luas di seluruh kawasan.
b) Masyarakat
Masyarakat Melayu sangat terisolasi dari masyarakat Muangthai pada umumnya dan karakteristik sosial budayanya cenderung untuk mengisolasikan. Istilah masyarakat Muslim hampir sinonim dengan masyarakat pedesaan. Daerah-daerah perkotaan secara dominan merupakan daerah Muangthai Budhis, yang berhubungan dengan birokrasi negara dan para pedagang serta pemilik tokoh Cina. Hanya ada dua alasan bagi orang Muslim pedesaan Melayu untuk berhubungan dengan orang Muslim bukan melayu di daerah perkotaan. Oleh karena itu, usaha-usaha kecil di desa dimiliki oleh orang-orang Muslim Melayu sendiri. Dan untuk berhubungan atau berurusan dengan pemerintahan harus memakai cara penghubung atau perantara, maka kesempatan diadakannya hubungan antar pribadi antara mayoritas Melayu Muslim dan non Muslim di daerah itu sangat terbatas. Para pejabat pemerintah tidak mempunyai banyak kesempatan untuk mengetahui dari sifat sebenarnya terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh penduduk desa. Penduduk desa menyerahkan persoalan dagangnya dengan para saudagar Cina di pemilik toko di desa. Lingkungan sosialnya cenderung kecil dan mereka tidak merasa perlu memperluas jaringan sosialnya.
c) Penyebaran Islam di daerah Patani
Pada dasarnya yang menyebabkan tetap kuatnya kesetiaan rakyat dan rasa keterikatan kultural mereka dengan Patani adalah peran historisnya sebagai pusat Islam di Asia Tenggara. Bahkan kerabat-kerabat raja dan kaum bangsawan tetap merupakan symbol kemerdekaan Patani selama banyak dasawarsa, setelah negeri itu secara formal dimasukkan ke dalam kerajaan Muangthai dalam tahun 1901. Pada tahun 1613 Patani masuk Islam sebelum Malaka, secara tradisional dikenal sebagai “ Darussalam” (tempat damai) pertama di kawasan itu. Sejalan dengan tradisi antara agama dan sistem pemerintahan di Asia Tenggara. Di kalangan pemegang kekuasaan untuk menerima “idiologi yang memberi legitimasi” sebelum rakyat sendiri memeluknya. Maka Islam dianut oleh keluarga para raja.
Penyebaran Islam di Muangthai melalui perdagangan, di sana Islam tidak berhasil mendesak pengaruh Budha secara kultural maupun politik. Karena Islam pada saat itu masih sedikit. Kaum muslimin yang menjadi mayoritas menghadapi masalah, namun tak lama kemudian Muslim minoritas bisa berperan penting dalam kehidupan nasional mereka. Karena kemajuan yang telah dicapai di bidang pendidikan. Dan pendidikan inilah faktor terpenting bagi kemajuan kaum muslimin, contohnya berhasilnya Surin Pitsuan dengan nama Muslim Abdul Halim bin Ismail, beliau mendapat gelar kesarjanaan tertinggi di bidang ilmu politik, beliau juga seorang intelektual Muslim berhaluan modernis dan moderat. Surin Pitsuan berfikir bahwa selama ini sistem negara Muangthai berdasarkan budhisme terbukti dalam keanggotaannya dalam parlemen. Kaum muslimin yang merupakan minoritas memang merasa tertekan dan tertindas. Dengan bukti terjadinya berbagai pemberontakan bersenjata yang selalu timbul sejak awal abad ini.
Setelah datangnya Islam konsep negara atau agama menjadi dikotomi melayu Islam yang menyatakan hubungan mistik yang sama di Patani seperti juga di negeri-negeri Islam lainnya di kawasan itu. Pada saat orang beralih ke agama Islam, dan membina hubungan dengan Dunia Melayu. Dengan Islam sebagai faktor pemersatunya. Masa kejayaan daerah Patani pada abad ke-17.
d) Perkembangan Keagamaan dan Peradaban di Muangthai
Islam di Muangthai adalah agama minoritas hanya 4 %, selain itu masyarakat Muangthai menganut agama Budha dan Hindu. Orang Melayu Muslim merupakan golongan minoritas terbesar ke-dua di Muangthai, sesudah golongan Cina. Mereka tergolong Muslim Sunni dari madzab Syafi’I yang merupakan madzab paling besar dikalangan umat Islam di Muangthai.
Ikatan-ikatan budayanya telah membantu memupuk suatu perasaan keterasingan dikalangan mereka terhadap lembaga-lembaga sosial, budaya, dan politik Muangthai. Sejak bangsa Muangthai untuk pertama kali menyatakan daerah itu sebagai wilayah yang takluk kepada kekuasaannya. Pada akhir abad ke-13 orang Melayu Muslim terus-menerus memberontak terhadap kekuasaan Muangthai. Keinginan mereka adalah untuk menjadi bagian dari Dunia budaya Melayu Muslim dengan pemerintahan otonom. Akhirnya keinginan yang tak pernah mengendor itu pudar dalam sejarah, dan ciri-ciri sosial ekonomi dan budaya mereka telah membuat mereka sadar bahwa mereka hanyalah kelompok kecil yang mempunyai identitas terpisah dari bagian utama penduduk Negeri Muangthai.
Masyarakat Muslim di Muangthai sebagian besar berlatarbelakang pedesaan. Dan Perkembangan Islam di Muangthai telah banyak membawa peradaban-peradaban, misalnya :
1) Di Bangkok terdaftar sekitar 2000 bangunan masjid yang sangat megah dan indah.
2) Golongan Tradisional dan golongan ortodoks telah menerbitkan majalah Islam “Rabittah”.
3) Golongam modernis berhasil menerbitkan jurnal “Al Jihad”.


DAFTAR PUSTAKA

Sumber: http://www.muslimsource.com
Siti Maryam dkk Sejarah Peradaban Islam, Lkis, 2004
Dr. Hamid A. Rabie, Islam Sebagai Kekuatan International, CV. Rosda Bandung 1985
Artikel Sejarah Masuknya Islam di Philipina. di www.duniaislam.com
Hamka, Sejarah Umat Islam, Pustaka Hidayah, 2001

Download makalah disini gratiiss...

Jangan lupa klik iklannya untuk ucapan terima kasih!!! semoga bermanfaat

Agama dan Kebutuhan Jiwa Manusia

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dunia kita adalah dunia perubahan dan pergantian, tak ada sesuatu yang tetap di dalamnya. Segalanya akan senantiasa berubah, memudar dan setelah itu mati. Seperti itukah agama ? Akankah ada kurun tertentu bagi agama, sehingga bila ia telah lewat, usia agamapun akan berakhir ? Ataukah keadaannya tidak seperti itu ? Akan ia tetap lestari di tengah-tengah manusia,

Sehingga jika muncul gerakan yang ingin memeranginya bahkan menghabisinya, gerakan seperti itu pasti tak akan berhasil ? Bahkan agamalah yang selalu hidup, tak terpadamkan, dan tetap berdetak, lalu muncul lagi dan menyatakan kehadirannya dalam berbagai rupa lain, segera setelah itu ?. Adakah manusia sekarang ini yang dengan ilmu pengetahuan dan kemajuannya mampu mengatur dan mengendalikan 'dunia' masih membutuhkan agama ? Kalau jawabnya "Ya", terus apa fungsi dan peran agama dalam era kemajuan dan modernisasi ini ? Akankah posisi dan peran agama dapat digantikan oleh ilmu pengetahuan ? Untuk menjawab pertanyan-pertanyan di atas di butuhkan sebuah telaah kritis dan komperhensif kalau kita tidak ingin agama di jahui oleh manusia terutama orang-orang yang sudah matang secara rasional, logika dan ilmiah sebagai akibat dari indoktrinasi yang keliru. Kekeliruan dalam memberi gambaran dan pengertian agama kepada manusia terutama generasi berikutnya, jelas akan memarginalkan agama itu sendiri dari kehidupan manusia.
B. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah di dalam makalah ini adalah :
1. Pengertian Agama ?
2. Kebutuhan Manusia terhadap Agama ?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui pengertian agama secara detailnya serta sebagaimana besar kebutuhan manusia akan agama yang dipeluknya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AGAMA
Agama adalah salah satu istilah dalam bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa sanskerta. Istilah ini terambil dari dua kata yaitu a dan gam. A diartikan kesini, tidak dan Gam diartikan Gaan, go, gehen, berjalan-jalan. jadi tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun-temurun. Agama memang mempunyai sifat yang demikian. Sehingga secara istilah Agama bisa disimpulkan sebagai Peraturan-peraturan Tradisional, ajaran-ajaran, dan kumpulan hukum-hukum. Pendeknya, apasaja yang turun temurun dan ditentukan oleh adat Istiadat.
Dalam Masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal juga kata Din dalam bahasa arab, dan Religi dalam Bahasa Eropa. Kata Dîn dalam bahasa Al-Quran, seringkali dipersamakan dengan kata agama. Kata tersebut terdiri dari tiga huruf hija’iyah yaitu dâl, yâ’, dan nûn. Bagaimanapun cara anda membacanya, maknanya selalu menggambarkan hubungan antara dua pihak, yang satu lebih tinggi kedudukannya dari yang lain. Seperti dain yang berarti utang, atau dîn yang berarti balasan dan kepatuhan, serta hubungan antara manusia di tempat rendah dengan Allah Yang Maha Tinggi. Dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau hukum.
Adapun kata religi berasal dari bahasa latin menurut satu pendapat demikian Harun Nasution mengatakan, bahwa asal kata religi adalah relegre yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca. Pengertian demikian itu juga sejarah dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan yang berkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Tetapi menurut pendapat lain, kata itu berasal dari kata religere yang berarti mengikat ajaran-ajaran agama memang mengikat manusia dengan Tuhan.
Para pakar mendefinisikan agama dalam berbagai macam pengertian sebut saja John Locke ( 1632-1704 M.), yang menyatakan bahwa “Agama bersifat khusus, pribadi, sumbernya adalah jiwaku dan mustahil bagi yang lain dariku, memberi aku petunjuk, jika jiwaku sendiri enggan menerima petunjuk itu.”
Memang, sebagian pakar telah berusaha menggambarkannya. “Agama adalah pengetahuan tentang Tuhan dan upaya meneladani-Nya,” kata Seneque (2-66 M). “Agama adalah pengabdian kemanusiaan,” kata Auguste Comte (1798-1857 M). “Agama adalah sekumpulan petunjuk Ilahi yang disampaikan melalui nabi/rasul untuk menjadi pedoman hidup bagi manusia dan mengantar penganutnya meraih kebahagiaan dunia dan akhirat,” demikian tulis Mahmud Syaltut ( 1960 M). “Beragama adalah menjadikan semua kewajiban kita adalah perintah-perintah Tuhan yang suci dan harus dilaksanakan,” begitu menurut Immanuel Kant (1724-1804 M).
Dari berbagai macam pengertian diatas maka, Quraish Shihab menyimpulkan bahwa agama adalah adalah hubungan yang dirasakan antara jiwa manusia dan satu kekuatan yang Maha Dahsyat, dengan sifat-sifat-Nya yang amat indah dan sempurna, dan mendorong jiwa itu untuk mengabdi dan mendekatkan diri kepada-Nya. Pengabdian itu dilakukan baik karena takut maupun karena berharap memperoleh kasih-Nya yang khusus, atau bisa juga karena dorongan kagum dan cinta. Jika demikian, untuk bisa disebut “beragama”, maka paling tidak ada tiga hal yang harus terpenuhi.
Pertama: Merasakan dalam jiwa tentang kehadiran satu kekuatan yang Maha Agung, Yang mencipta dan mengatur alam raya. Kehadiran-Nya itu bersifat sinambung, bukan saja pada saat seseorang berada di tempat suci, tetapi setiap saat, baik ketika manusia sadar, maupun saat ia terlena atau tidur; saat ia hidup di dunia ini, maupun setelah kematiannya.
Kedua: Lahirnya dorongan dalam hati untuk melakukan hubungan dengan kekuatan tersebut, suatu hubungan yang terpantul dalam ketaatan melaksanakan apa yang diyakini sebagai perintah atau kehendak-Nya, serta menjauhi larangan-Nya
Ketiga: Meyakini bahwa Yang Maha Agung itu Maha Adil, sehingga pasti akan memberi balasan dan ganjaran sempurna pada waktu yang ditentukan-Nya. Dengan kata lain, keyakinan ini merupakan cerminan kepercayaan tentang adanya hari pembalasan, hari kemudian.

B. KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA
Fenomena-fenomena sosial yang dapat mempertahankan kehadirannya sepanjang masa, haruslah selaras dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan manusia. Dengan kata lain, fenomena itu sendiri merupakan kebutuhan-kebutuhan manusia ataupun paling sedikit, sebagai lantaran (sarana) guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dalam arti bahwa manusia, jauh di lubuk fitrahnya, mencari dan mendambakan fenomena seperti itu. Kalau tidak, yakni manusia tidak mendambakannya dalam lubuk fitrah dan nalurinya, dan hal itu tidak menjadi tujuan langsung kecenderungan-kecenderunganya, maka setidaknya-tidaknya ia merupakan sarana bagi pemenuhan fitrahnya yang mendasar. Kebutuhan manusia dapat di kelompokkan menjadi dua yaitu alamiah dan non alamiah. Kebutuhan alamiah atau fitriah ialah hal-hal yang di butuhkan manusia sebagai manusia yang tidak mungkin di tinggalkannya dan di lupakannya. Dan agamalah salah satu kebutuhan alamiah dan fitriah itu. Oleh sebab itu tak seorang manusiapun yang dapat menafikan, meniggalkan dan melupakan agama bahkan orang yang tak mengaku beragamapun masih mengaku adanya kekuatan "maha besar" yang lebih dari kekuatannya yang dapat mempengaruhi dirinya. Terus, siapa kekuatan "maha besar" itu selain Tuhan ?. Jadi, pada hakikatnya agama merupakan kebutuhan fitri dan emosional manusia, dan ia juga satu-satunya sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan fitri manusia yang tak sesuatupun dapat menggantikan kedudukannya

1. Agama Sebagai Fitrah
Dalam pandangan Islam, keberagamaan adalah fithrah (sesuatu yang melekat pada diri manusia dan terbawa sejak kelahirannya) Demikian dipahami dari firman Allah SWT dalam surat Al-Rum (30): 30.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tiada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Merujuk kepada fitrah yang dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia sejak asal kejadiannya, membawa potensi beragama yang lurus, dan dipahami oleh para ulama sebagai tauhid.
Dalam ayat lain dikemukakan, bahwa:
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menyaksikan’” (QS Al-A’raf [7]: 172).
Ini berarti manusia tidak dapat melepaskan diri dari agama. Pada hakikatnya pula, Manusia tidak secara fitri merupakan makhluk yang memiliki kemampuan untuk beragama. Hal ini sejalan pula dalam Hadits Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa setiap anak yang dilahirkan memiliki fitrah (potensi beragama), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut Yahudi, Nashrani atu Majusi. Tuhan menciptakan demikian, karena agama merupakan kebutuhan hidupnya. Memang manusia dapat menangguhkannya sekian lama –boleh jadi sampai dengan menjelang kematiannya. Tetapi pada akhirnya, sebelum ruh meninggalkan jasad, ia akan merasakan kebutuhan itu .
Bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi beragama ini dapat dilihat melalui bukti historis dan antropologis. Manusia Primitif yang kepadanya tidak pernah datang informasi mengenal tuhan, ternyata mereka mempercayai adanya tuhan sekalipun terbatas daya khayalnya. Selanjutnya, keyakinan-keyakinan tersebut dikenal dengan istilah Dinamisme, Animisme, dan Politeisme lebih lanjut lihat Harun Nasution dalam Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya-, ini semua membuktikan bahwa manusia mempunyai potensi bertuhan.
Lebih lanjut, Murthada Muthahhari menyebutkan bahwa setidaknya ada 5 Hipotesis yang diajukan mengenai pertumbuhan agama pada manusia. Yaitu Agama produk rasa takut, Agama adalah produk kebodohan, agama sebagai motivasi keterikatan manusia dan pendambaannya kepada keadilandan keteraturan, dan Marxisme.
Kesimpulannya bahwa latar belakang perlunya manusia pada agama adalah karena dalam diri manusia sudah terdapat potensi untuk beragama. Potensi yang beragama ini memerlukan pembiasaan, pengarahan, pengambangan dan seterusnya dengan cara mengenalkan agama kepadanya. Dalam keadaan demikian, Islam mengenal adanya nabi dan rasul yang diutus kepada umat manusia untuk menginformasikan bahwa tuhan yang mereka cari itu adalah Allah, yakni Tuhan yang menciptakan dan wajib disembah. Dengan demikian sebutan Allah bagi tuhan bukanlah khayalan bagi manusia.

2. Kelemahan dan Kekurangan Manusia.
Faktor lainnya yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah karena disamping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki kekurangan. Walaupun manusia itu dianggap sebagai makhluk yang terhebat dan tertinggi dari segala makhluk yang ada di alam ini, akan tetapi mereka mempunyai kelemahan dan kekurangan karena terbatasnya kemampuan tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa manusia menjadi lemah karena di dalam dirinya ada hawa nafsu yang lebih cenderung mengajak kepada kejahatan, sesudah itu ada lagi iblis yang selalu berusaha menyesatkan manusia dari kebenaran dan kebaikan. Manusia hanya dapat melawan musuh-musuh ini hanya dengan senjata agama.
Allah menciptakan manusia dan berfirman “bahwa manusia itu telah diciptakan-nya dengan batas-batas tertentu dan dalam keadaan lemah. Dalam QS. Al-Qomar : 49.
“Sesungguhnya tiap-tiap sesuatu (terasuk manusia) telah kami ciptakan dengan ukuran (batas) tertentu”
Dalam literatur Teologi Islam kita jumpai pandangan kaum mu’tazilah yang rasionalis, karena banyak mendahuluka pendapat akal dalam memperkuat argumentasinya dari pada wahyu. Namun demikian mereka sepakat bahwa manusia dengan akalnya memiliki kelemahan. Akal memang mengetahui yang baik dan yang buruk tetapi tidak semua yang baik dan yang buruk dapat diketahui oleh akal. Dalam hubungan inilah,kaum mu’tazilah mewajibkan pada Tuhan agar menurunkan wahyu dengan tujuan agar kekurangan yang dimiliki akal dapat dilengkapi dengan informasi yang datang dari wahyu (agama). Dengan demikian, Mu’tazilah secara tidak langsung memandang bahwa manusia memerlukan wahyu.

Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dirinya itu dan keluar dari kegagalan-kegagalan tersebut tidak ada jalan lain kecuali melalui petunjuk wahyu dan agama .

3. Tantangan Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia adalah karena manusia adalah dalam kehidupan senantiasa menghadapi berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan dari hawa nafsu dan bisikan syetan sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupa ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran yang dimanipestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang didalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan.
Orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mereka gunakan agar orang mengikuti keinginannya, berbagai bentuk budaya, hiburan, obat-obatan terlarang dan sebagainya dibuat dengan sengaja. Untuk itu upaya untuk mengatasinya dan membentengi manusia adalah dengan mengejar mereka agar taat menjalankan agama. Godaan dan tantangan hidup demikian itu saat ini semakin meningkat sehingga upaya mengamankan masyarakat menjadi penting.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Agama adalah salah satu istilah dalam bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa sansekerta. Istilah ini terambil dari dua kata yaitu A dan GAM. A diartikan kesini, tidak dan GAM diartikan Gaan, go, gehen, berjalan-jalan. jadi tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun-temurun. Agama memang mempunyai sifat yang demikian. Sehingga secara istilah Agama bisa disimpulkan sebagai Peraturan-peraturan Tradisional, ajaran-ajaran, dan kumpulan hukum-hukum.
Manusia dapat dikatakan beragama bila memenuhi tiga criteria sebagai berikut :
Pertama: Merasakan dalam jiwa tentang kehadiran satu kekuatan yang Maha Agung, Yang mencipta dan mengatur alam raya. Kehadiran-Nya itu bersifat sinambung, bukan saja pada saat seseorang berada di tempat suci, tetapi setiap saat, baik ketika manusia sadar, maupun saat ia terlena atau tidur; saat ia hidup di dunia ini, maupun setelah kematiannya.
Kedua: Lahirnya dorongan dalam hati untuk melakukan hubungan dengan kekuatan tersebut, suatu hubungan yang terpantul dalam ketaatan melaksanakan apa yang diyakini sebagai perintah atau kehendak-Nya, serta menjauhi larangan-Nya
Ketiga: Meyakini bahwa Yang Maha Agung itu Maha Adil, sehingga pasti akan memberi balasan dan ganjaran sempurna pada waktu yang ditentukan-Nya.
Kebutuhan Manusia terhadap agama dipengaruhi oleh beberapa factor yang diantaranya sebagai berikut : Agama sebagai Fitrah, Kelemahan dan kekurangan Manusia dan Tantangan Manusia.

SARAN
Sebagai Makhluk Allah SWT. kita harus menjunjung tinggi nilai agama yang telah diberikan-Nya kepada kita semua dan dengan adanya agama tersebut kita dapat menjalani kehidupan ini dengan semangat.

DAFTAR PUSTAKA
Daradjat Zakiah,Dr.,Ilmu Jiwa Agama,Bulan Bintang:Jakarta,1976
http://lists.topica.com
http://ikamaruram.byethost9.com
http://mufdil.wordpress.com

Download makalahnya disini gratis!!!

Klik iklannya untuk ucapan terima kasih!!! semoga bermanfaat!!!

Perkembangan Sosial Anak

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan yang terjadi pada anak meliputi segala aspek kehidupan yang mereka jalani baik bersifat fisik maupun non fisik. Perkembanmgan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.
Kesepakatan para ahli menyatakan bahwa : "yang dimaksud dengan perkembangan itu adalah suatu proses perubahan pada seseorang kearah yang lebih maju dan lebih dewasa, naqmun mereka berbeda-beda pendapat tentang bagaimana proses perubahan itu terjadi dalam bentuknya yang hakiki.

Beberapa teori perkembangan manusia telah mengungkapkan bahwa manusia telah tumbuh dan berkembang dari masa bayi kemasa dewasa melalui beberapa langkah jenjang. Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangnya itu pada dasarnya merupakan kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Pada proses integrasi dan interaksi ini faktor intelektual dan emosional mengambil peranan penting. Proses tersbut merupakan proses sosialisai yang mendudukkan anak-anak sebagai insan yang yang secara aktif melakukan proses sosialisasi
B. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah di dalam makalah ini adalah :
1. Apa makna perkembangan sosial anak ?
2. Bagaimana bentuk – bentuk tingkah laku sosial pada anak ?
3. Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan sosial anak ?
4. Bagaimana pengaruh perkembangan sosial anak terhadap tingkah laku anak ?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui makna perkembangan sosial anak; mengetahui bentuk-bentuk perkembangan sosial anak ; mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak dan pengaruh perkembangan sosial anak terhadap tingkah laku anak serta untuk memenuhi tugas dari dosen ilmu jiwa umum.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Makna Perkembangan Sosial Anak
Syamsu Yusuf (2007) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagao proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirsakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Sunarto dan Hartono (1999) menyatakan bahwa :
Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
Dari kutipan diatas dapatlah dimengerti bahwa semamin bertambah usia anak maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia.

B. Bentuk – Bentuk Tingkah laku Sosial
Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan dalam bentuk-bentuk interkasi sosial diantarannya :
1. Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai muncul pada usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat hingga enam tahun.
Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju kearah independent.
2. Agresi (Agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi ( rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubut, menggigit, menendang dan lain sebagainya.
Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
3. Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain.
4. Menggoda (Teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5. Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestice dan pada usia enam tahun semangat bersaing ini akan semakin baik.
6. Kerja sama (Cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini mulai nampak pada usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia enam hingga tujuh tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik.

7. Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
8. Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya
9. Simpati (Sympaty)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.
C. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak
Perkembangan sosial anak dipengaruhi beberapa faktor yaitu :
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.
2. Kematangan
Untuk dapat bersosilisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima nasehat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional, disamping itu kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan.
3. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
4. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, anak memberikan warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
5. Kapasitas Mental : Emosi dan Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi perpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa dengan baik. Oleh karena itu jika perkembangan ketiganya seimbang maka akan sangat menentukan keberhasilan perkembangan sosial anak.
D. Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau merahasiakannya.
Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semstinya menurut alam pikirannya.
Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa :
1. Cita-cita dan idealism yangbaik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2. Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain daalm penilaiannya.
3. Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhir masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik.


BAB III
KESIMPULAN

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya. Perkembangan sosial individu dimulai sejak anak usia 18 bulan.
Faktor lingkungan keluarga merupakan faktor yang paling mempengaruhi perkembangan sosial anak, semakin bagus tata cara keluarga, maka perkembangan sosial anak juga semakin bagus.
Perkembangan sosial juga sangat mempengaruhi kepribadian anak, anak yang mempunyai daya intelegensi yang tinggi, perkembangan sosial yang baik pada umumnya memiliki kepribadian yang baik.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Cahyani Ani. Mubin, Psikologi perkembangan; cet I (Quantum Teaching, Ciputat Press Group, 2006).
LN Yusuf Syamsu; Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Suryabrata Sumadi, Psikologi Pendidikan; (PT Raja Grafindo, : 2004).

Download filenya disini gratis..tis..tis..

Klik iklan dibawah ini untuk ucapan terima kasih!!! semoga bermanfaat!!!


Komisi Gratis | Bisnis Online Tanpa Modal


Daftar di PayPal, lalu mulai terima pembayaran menggunakan kartu kredit secara instan. peluang usaha